Pancasila dan Soekarno
Dalam berbagai buku tentang
Pancasila sering dikatakan bahwa penggali atau pencipta Pancasila adalah
Sukarno. Dua istilah itu bukannya tidak tepat, tetapi saya lebih cenderung
untuk menggunakan kata penemu atau perumus karena Pancasila bukan hanya hasil
galian dari nilai-nilai yang pernah ada di bumi Nusantara tetapi juga
mendapatkan masukan dari nilai-nilai yang terkandung, antara lain, dalam
Declaration of Independences tetapi juga dari Manifesto Komunis. Oleh sebab itu
kita sering mendengar bahwa Pancasila lebih baik (sempurna, lengkap) daripada
keduanya.
Sementara ini, ada beberapa pihak, di antaranya Prof Moh Mahfud MD, Ketua MK, mengatakan bahwa Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945 bukan hanya karya Sukarno sendiri, melainkan sebuah karya bersama. Pernyataan ini termuat dalam ”Proceeding Konggres Pancasila 2009” di UGM Yogyakarta, hlm 29 dan 30. Mahfud MD mengatakan bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI yang kemudian disempurnakan dan diserahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan.
Dengan demikian Mahfud MD membuka babak baru dalam dialog wacana siapa sebenarnya Penggali Pancasila. Pada era Orde Baru juga pernah muncul wacana bahwa penggali atau penyusun (istilah yang lazim digunakan) Pancasila adalah bukan Sukarno, melainkan ada banyak orang, bahkan ada yang mengatakan hanya satu orang (tetapi bukan Sukarno), yakni Moh Yamin.
Dari mana kita tahu bahwa penemu dan perumus tunggal Pancasila adalah Sukarno? Pertama, dari Bung Karno sendiri. Pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 ia mengatakan: Maaf, beribu maaf. Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidatonya mereka itu, diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua, yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya (Bung Karno), yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda Philosofische grondlag, daripada Indonesa merdeka.
Saksi-saksi lain yang menguatkan bahwa Pancasila hanya temuan Bung Karno adalah Bung Hatta, Ahmad Subardjo, KH Masykur, dan bahkan Muhammad Yamin sendiri. Bung Hatta bahkan dengan tegas mengatakan bahwa Muhammad Yamin memalsukan sejarah seolah-olah ia pernah berpidato pada 29 Mei 1945 yang isi pidatonya antara lain mengusulkan sila-sila Pancasila dan yang rumusannya mendekati rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 (untuk lebih lengkapnya baca Pancasila Sukarno 2007).
Sementara itu dari buku yang disusun oleh panitia Seminar Pancasila dalam Seminar Pancasila ke-1, 16 s.d. 20 Februari 1959, Muhammad Yamin mengatakan, ”Menurut sejarah dan kenyataannya, maka Pancasila, ialah penggalian Bung Karno. Pancasila sebagai penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tujuan hidup Neo-Hegelian.”
Sementara ini, ada beberapa pihak, di antaranya Prof Moh Mahfud MD, Ketua MK, mengatakan bahwa Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945 bukan hanya karya Sukarno sendiri, melainkan sebuah karya bersama. Pernyataan ini termuat dalam ”Proceeding Konggres Pancasila 2009” di UGM Yogyakarta, hlm 29 dan 30. Mahfud MD mengatakan bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI yang kemudian disempurnakan dan diserahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan.
Dengan demikian Mahfud MD membuka babak baru dalam dialog wacana siapa sebenarnya Penggali Pancasila. Pada era Orde Baru juga pernah muncul wacana bahwa penggali atau penyusun (istilah yang lazim digunakan) Pancasila adalah bukan Sukarno, melainkan ada banyak orang, bahkan ada yang mengatakan hanya satu orang (tetapi bukan Sukarno), yakni Moh Yamin.
Dari mana kita tahu bahwa penemu dan perumus tunggal Pancasila adalah Sukarno? Pertama, dari Bung Karno sendiri. Pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 ia mengatakan: Maaf, beribu maaf. Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidatonya mereka itu, diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua, yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya (Bung Karno), yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda Philosofische grondlag, daripada Indonesa merdeka.
Saksi-saksi lain yang menguatkan bahwa Pancasila hanya temuan Bung Karno adalah Bung Hatta, Ahmad Subardjo, KH Masykur, dan bahkan Muhammad Yamin sendiri. Bung Hatta bahkan dengan tegas mengatakan bahwa Muhammad Yamin memalsukan sejarah seolah-olah ia pernah berpidato pada 29 Mei 1945 yang isi pidatonya antara lain mengusulkan sila-sila Pancasila dan yang rumusannya mendekati rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 (untuk lebih lengkapnya baca Pancasila Sukarno 2007).
Sementara itu dari buku yang disusun oleh panitia Seminar Pancasila dalam Seminar Pancasila ke-1, 16 s.d. 20 Februari 1959, Muhammad Yamin mengatakan, ”Menurut sejarah dan kenyataannya, maka Pancasila, ialah penggalian Bung Karno. Pancasila sebagai penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tujuan hidup Neo-Hegelian.”
Pancasila memang hasil pekerjaan
PPKI. Tetapi harus diingat, arti kata pekerjaan ini bisa diartikan sebagai
hasil editing dari PPKI yang diketuai oleh Sukarno sendiri. Dikatakan hasil
editing karena memang tidak ada substansi yang berubah. Anggota-anggota PPKI
hanya membuat tata urutan dan redaksi yang berbeda dari rumusan Pancasila Satu
Juni yang kemudian diedit menjadi rumusan Pancasila 22 Juni 1945. Tabel
terlampir kiranya akan mempermudah untuk melihat aliran substansi dari teks
atau rumusan Pancasila.
Dari tabel itu dapat dilihat bahwa substansi rumusan Pancasila 1 Juni dari Sukarno sampai rumusan PPKI 18 Agustus 1945 tidak mengalamai perubahan. Yang berubah hanya tata urutan dan redaksi dari masing-masing sila. Dengan demikian Pancasila bukan merupakan karya bersama melainkan sebuah karya tunggal (hasil penemuan dan rumusan) Sukarno. Peranan anggota PPKI (termasuk Sukarno sebagai ketuanya) pada waktu itu adalah sebagai redaktur atau editor. Jadi Sukarno selain penemu dan perumus, ia juga sebagai editor (bersama yang lain) atas temuan atau rumusannya sendiri.
Tidak mungkin terdapat rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 tanpa ada terlebih dahulu rumusan Pancasila pada 1 Juni 1945. Tidak mungkin ada rumusan Sila Persatuan Indonesia (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Kebangsaan Indonesia (Satu Juni 1945), tidak mungkin ada rumusan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (18 Agustus 1945) tanpa ada terlebih dahulu rumusan sila Internasionalisme atau Perikemanusiaan (Satu Juni 1945), tidak mungkin ada Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Mufakat atau Demokrasi (satu Juni 1945), tidak mungkin muncul rumusan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan Kesejahteraan Sosial (Satu Juni 1945), dan tidak mungkin pula akan muncul rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Ketuhanan (dalam Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945).
Jadi, 18 Agustus bukan hari disusun dan dirumuskannya Pancasila, melainkan hari diresmikannya Pancasila (yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945) sebagai dasar negara kita. Hari kelahiran Pancasila tetap Satu 1 1945 dan penyusun serta perumus tunggalnya adalah Bung Karno. Pancasila pada 18 Agustus 1945 substansinya sama dengan Pancasila 1 Juni 1945.
*)Ign Gatut Saksono adalah pengamat Pancasila.
Dari tabel itu dapat dilihat bahwa substansi rumusan Pancasila 1 Juni dari Sukarno sampai rumusan PPKI 18 Agustus 1945 tidak mengalamai perubahan. Yang berubah hanya tata urutan dan redaksi dari masing-masing sila. Dengan demikian Pancasila bukan merupakan karya bersama melainkan sebuah karya tunggal (hasil penemuan dan rumusan) Sukarno. Peranan anggota PPKI (termasuk Sukarno sebagai ketuanya) pada waktu itu adalah sebagai redaktur atau editor. Jadi Sukarno selain penemu dan perumus, ia juga sebagai editor (bersama yang lain) atas temuan atau rumusannya sendiri.
Tidak mungkin terdapat rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 tanpa ada terlebih dahulu rumusan Pancasila pada 1 Juni 1945. Tidak mungkin ada rumusan Sila Persatuan Indonesia (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Kebangsaan Indonesia (Satu Juni 1945), tidak mungkin ada rumusan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (18 Agustus 1945) tanpa ada terlebih dahulu rumusan sila Internasionalisme atau Perikemanusiaan (Satu Juni 1945), tidak mungkin ada Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Mufakat atau Demokrasi (satu Juni 1945), tidak mungkin muncul rumusan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan Kesejahteraan Sosial (Satu Juni 1945), dan tidak mungkin pula akan muncul rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa (18 Agustus 1945) tanpa terlebih dahulu ada rumusan sila Ketuhanan (dalam Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945).
Jadi, 18 Agustus bukan hari disusun dan dirumuskannya Pancasila, melainkan hari diresmikannya Pancasila (yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945) sebagai dasar negara kita. Hari kelahiran Pancasila tetap Satu 1 1945 dan penyusun serta perumus tunggalnya adalah Bung Karno. Pancasila pada 18 Agustus 1945 substansinya sama dengan Pancasila 1 Juni 1945.
*)Ign Gatut Saksono adalah pengamat Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar